Si Hujan dan Si Perempuan




Tatapan sang wanita dipandang ganjil oleh sang hujan. Sebenarnya sang wanita juga tidak sempat ingin jadi perhatian, termasuk juga oleh sang hujan. Dengan berupaya hindari sang hujan, wanita itu mengubah matanya pada meja di hadapannya. Lantas, dia juga melihat ke belakang seolah-olah ada yang menyebutnya dari pintu masuk yang berada di sana. Walau sebenarnya tidak ada yang masuk atau orang yang menyebut. Di seputar situ cuma ada beberapa orang yang ketawa. Sang wanita juga bergegas mengubah mukanya ke sebelumnya serta minum pesanannya barusan seperti tidak berlangsung apa-apa.

Musik pop masa 2000-an yang dari barusan penuhi ruang tetiba diakui oleh sang wanita. Lama-lama semakin kuat berasa nostalgianya. Sang wanita yang sedang meremehkan hujan ini lantas seringkali memandang-mandang. Melirik meja disebelahnya, lihat kasir yang sedang hitung harga diusili oleh pegawai lainnya, lihat pada nasi yang tumpah dalam tempat yang terpisah dua meja dari tempatnya. Ada kekecewaan tertentu waktu sang anak yang menumpahkan nasi itu. Dia diam-diam mencibir ibunya yang asyik terlibat perbincangan di telephone. Sang anak justru berkeliaran ke seputar meja-meja lain. 2 orang yang di sebelahnya juga terus ketawa lantas cekikikan sekalian berganti-gantian menggenggam ponsel yang serupa. Sang wanita menentramkan diri dengan mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Memandang ke luar jendela sesaat, lantas melingkari ruang kembali lagi dengan matanya. Dia masih duduk disana. Serta tidak ada yang perduli terkecuali sang hujan di luar jendela.

Dia diam di ruang itu walau jemu. Dia tidak punyai arah lain. Jelas dia bertahan tidak untuk nikmati lagu-laguitu. Dia cuma ingat jika lagu itu kegemaran rekan sebangkunya di SMP, yang terus menerus diputar serta dinyanyikan sampai dia muak mendengarnya. Sebab telah lama tidak mendengarkannya, dia berasa lagu itu lebih bagus daripada 2 orang cekikikan atau sang anak yang berulang-kali mengelebat di dekat mejanya.

Sang hujan tidak beberapa waktu. Dia terus menegur melalui kaca, sekejap sebelum menggelincirkan dianya ke bawah jendela. Terus meminta jawaban atas pengabaian sang wanita. Buat hujan, bisa saja sang wanita geram ke orang yang cekikikan atau sang anak, atau pada nasi tumpah yang belum dibereskan itu. Tetapi, dia tidak tahan diacuhkan. Untuknya cuma jiwa yang angkuh atau terlalu tidak sensitif bila seorang tidak tenggelam pada situasi yang dibawa olehnya. Dia tidak ingin menanti lama lagi sebab bisa jadi sang wanita tidak akan perduli lagi waktu hujan yang kedepan minta perhatiannya lagi.

Untuk alternatif jawaban, sang hujan mulai menerka-nerka jawabannya sendiri. Terkaan yang dipunyainya sekarang ini hanya memikir jika kemungkinan sang wanita jengkel sebab cahaya matari sore tidak tiba sebab dianya. Tetapi, apa itu dipandang satu permasalahan? Apa saat hujan datang di waktu malam sang wanita jengkel sebab bulan tidak tiba? Tidakkah hujan juga seringkali dinanti serta dibuat ide tulisaan semestinya matahari senja serta bulan? Atau apa sang wanita demikian senang dengan matahari? Sang hujan tetiba berasa capek sebab logikanya sendiri. Rasa ingin tahu membuat gatal. Dia selanjutnya minta kilat di langit tiba membantunya mendapatkan perhatian sang wanita.

Kaget, sang wanita juga menggeser kursinya serta menghindari sikut kirinya dari kaca. Ia lihat jendela tempat sang hujan nampak menyusun situasi. Dia memandang kosong sebagai tanda pertanyaan buat hujan. Sang hujan juga pada akhirnya melihat tingkah wanita itu. Tidak ada panduan jawaban yang diharapkan sang hujan. Tetapi dia berasa sedikit pahami saat ini, serta kemungkinan demikianlah perasaan sang wanita kepadanya. Ada seperti kepahitan. Sang wanita lantas menggigit-gigit bibirnya sekalian menatap-natap ke pelosok ruang. kegundahan bertukar jadi kesenduan lantas jadi kehampaan dalam tempo yang cepat. Dia juga tersenyum serta menyokong dagu dengan ke-2 telapak tangannya. Suara ruang itu tetiba senyap, tidak ada orang ketawa, anak yang berlarian, atau orang yang bertelepon. Lagu yang didengarnya juga beralih mendadak, bukan datang dari speaker ruang atau dari ponsel-nya. Sang wanita seutuhnya meremehkan sang hujan. Telunjuknya dengan cara tidak sadar menunjuk serta menggores-gores embun di kaca jendela, tuliskan satu nama. Dalam pemikirannya, dia memutar lagu yang kecintaan nama itu, melamun semakin dalam sampai hujan stop.


 

Postingan populer dari blog ini

Containing the virus

The role for toymakers and governments

China now has the fastest scheduled trains on the planet.