Kakakku, Sahabat Sejatiku (Sebuah Kisah Literasi)




Beberapa lalu sudah berjalan informasi kelulusan dari Sekolah Menengah Umum (SMU) baik swasta atau negri. Saya mengucapkan syukur sebab dipastikan lulus. Saat ini saya sedang bingung untuk tentukan jurusan apakah yang akan kuambil di Kampus kelak.

"Sebetulnya apa minatmu, Lewat?", mama menanyakan kepadaku, di satu malam waktu semua anggota keluargaku bergabung. Saya punyai seorang kakak lelaki serta seorang kakak wanita. Mereka berdua benar-benar sukses. Kakakku yang pertama, mas Iwan, ia telah jadi seorang dokter ahli bedah saraf yang cukup terkenal.

Sedang kakakku yang ke-2, mbak Irna, baru lulus dari kuliah akuntansi serta saat ini kerja di perusahaan papah untuk kepala atau manager keuangan sebab mbak Irna benar-benar sangat pintar.

Saat ini giliranku untuk tentukan pilihan akan jadi apa untuk ke depan kelak. Rasa-rasanya demikian berat serta tertekan sebab semua menuntutku jadi baik serta sukses seperti ke-2 kakakku itu yang sering jadi kebanggaan papah serta mama.

"Lewat sayang, kamu belum menjawab pertanyaan mama?" mendadak saya tersentak dengar suara papah yang walau lembut dapat membuyarkan lamunanku. "Nah, kan, Lewat melamun lagi," sambung mbak Irna, "mengapa sich kamu tidak dapat buang rutinitas burukmu itu Lewat?" lanjut mbak Irna memberikan tambahan.

Mas Iwan masih diam, tidak mengambil sisi dalam perbincangan ini, memang kakakku yang ini pendiam serta benar-benar pemahaman, jadi kakak idamanku.

"Novia bangun! Jangan melamun terus!" mbak Irna berseru sekalian mencubit tanganku. " Aaaw sakit, mbak!" teriakku keras, pada akhirnya saya memberi respon , rupanya saya telah kelamaan melamun. " Iya, iya, saya kan sedang memikir untuk menjawab pertanyaan mama." Sahutku berkelit sekenanya.

"Ya sudah berpikirnya cukup kan, saat ini apa dong jawabnya, ketertarikan kamu atau harapan kamu sebetulnya jadi apa, adik kecilku?" mas Iwan rupanya memerhatikan perbincangan kami, walau dari barusan nampak demikian serius membaca buku kedokterannya. Mas Iwan tetap tahu tempatkan tempatnya untuk kakak dengan pas.

"Sebetulnya saya ingin jadi seorang penulis, penulis cerpen, puisi atau novel, jika dapat saya ingin menulis buku apa yang bisa membuat sudut pandang tiap pembacanya." Saya menjawab dengan mantap serta penuh yakin diri.

Sesaat semua terdiam dengar jawabanku yang tentu di luar sangkaan mereka, sebab sejauh ini saya tetap ditujukan menjadi dokter seperti mas Iwan atau akuntan seperti mbak Irna, pengacara populer seperti mama serta papah sebagai direktur perusahaan tekstil yang besar serta maju di kota kami. Sesaat saya ingin jadi penulis, di luar keinginan mereka.

"Astaga Lewat, kamu serius dengan jawabanmu?!! Penulis?!" sahut mbak Irna sekalian melonjak dari kursinya, menurutku itu reaksi yang terlalu berlebih, benar-benar terlalu berlebih. Mama menatapku dengan benar-benar bingung. "Aduh Lewat, mama benar-benar tidak yakin, papah bagaimana ini, Novia ingin jadi penulis, bagaimana dengan waktu depanmu kelak, Lewat?".


 

Postingan populer dari blog ini

Containing the virus

The role for toymakers and governments

China now has the fastest scheduled trains on the planet.