Boneka Poni dan Cinta Matinya






Pada senja yang gerimis, termangu duduk mengantre dalam suatu klinik dokter. Menanti ialah pekerjaan yang menjemukan buat Sang Gemini yang risau resah. Seorang pria duduk di kursi seberang.

Kelihatannya saya kenal ia. Kerja keras kucoba mengingat namanya. Ah, namanya Doddy, kakak kelas di waktu SMP. Cowok pujaan di waktu jaya. Olahragawan Volly Ball terpopuler.

Saya masih ingat rahangnya mengatup gagah saat sorak sorai mengaung ramai. Tetapi sekarang, tubuh tegap itu beralih rapuh, wajahnya tirus layu dengan mata kuyu.

"Maaf abang masih ingat saya?" tanyaku. Ia melihat nanar. "Hei, kamu boneka poni yang sebelahan kelas!" teriaknya girang. Saya baru ingat, dahulu saya dipanggil boneka poni. Muka bundar, pipi gembul serta berponi. "Abang sakit apa?" tanyaku bergetar. Saya mendadak ingin menangis menyaksikannya. "Ah sakit biasa saja, tenang saja boneka poniku" ia justru ketawa.

Saya usai berobat lebih dulu serta tawarkan menungguimya berobat. Rupanya Dokter Ahli Paru yang mengatasinya. Jaket tebal sembunyikan badannya yang kurus. Ia memakai perlahan motornya, seingatku dahulu tidak ini. Abang Doddy diwajibkan berobat suntik semasa enam bulan nonstop. "Mengapa abang sampai ini?" tanyaku saat saya mentraktirnya makan. Ia cuma menggeleng.

Semenjak itu, ia rajin menghubungi. Ajak makan siang tiap hari. Saya yang waktu itu kerja harus menyempatkan diri makan siang bersama-sama. Hasrat makannya betul-betul drop.

Terkadang saya perlu merayunya habiskan nasinya. Saya mendadak alami dilema. Bingung di antara jatuh kasihan, jatuh sayang atau jatuh cintakah? Saya berasa seringkali tidak enak hati, tidak tega.

Itu semua sebab saya yang benar-benar cengeng. Ia perlu penyemangat. Saya kumpulkan beberapa kata, supaya ia tidak demikian punyai ketergantungan padaku. Tetapi tidak dapat tersampaikan.

Telephone berdering dari senja ke senja, tidak kuangkat. Pesan yang dikirimnya cuma mengeluarkan bunyi, saya kangen boneka poni. Rasa berdosa mulai menjalari, saya tidak bisa wafatkannya.

Serta saya tidak dapat lagi hindarinya. Enam bulan telah berlalu, penyembuhannya telah usai. Ia benar-benar suka waktu itu. "Mari boneka poni, kita akan ke bioskop malam hari ini" ajaknya. Saya mengingatinya tidak untuk keluar malam serta janji untuk makan siang bersama lagi keesokannya.


 

Postingan populer dari blog ini

Containing the virus

The role for toymakers and governments

China now has the fastest scheduled trains on the planet.